Manusia begitu mudah menerima mitos
karena akibat keterbatasan penalaran dan keingintahuannya untuk sementara dapat
terjawab
A.
RASA INGIN TAHU
Ilmu
pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas
manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam
sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya
sendiri (antroposentris).
Dengan
pertolongan akal budinya manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri
terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga
menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Rasa ingin tahu itu tidak
pernah dapat dipuaskan. Kalau salah satu soal dapat dipecahkan maka timbul soal
lain yang menunggu penyelesaian. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
Rasa ingin tahu mendorong manusia
untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas
berbagai persoalan yang muncul dalam pikirannya. Kegiatan yang dilakukan
manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya. Sehingga tidak dapat
menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus
asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala
untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah
kegiatan-kegiatan lain yang dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan
menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Kegiatan untuk mencari pemecahan
dapat berupa:
a.
Penyelidikan langsung.
b. Penggalian
hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
c.
Kerja sama dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal
yang sama atau yang sejenis.
B.
MITOS
Rasa ingin tahu manusia ternyata
tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan ataupun pengalaman. Untuk
itulah, manusia mereka-reka sendiri jawaban atas keingintahuannya itu. Sebagai
contoh: “Apakah pelangi itu?”, karena tak dapat dijawab, manusia mereka-reka
jawaban bahwa pelangi adalah selendang bidadari. Jadi muncul pengetahuan baru
yaitu bidadari. Contoh lain: “Mengapa gunung meletus?”, karena tak tahu
jawabannya, manusia mereka-reka sendiri dengan jawaban: “Yang berkuasa dari
gunung itu sedang marah”. Dengan menggunakan jalan pemikiran yang sama
muncullah anggapan adanya “Yang kuasa” di dalam hutan lebat, sungai yang besar,
pohon yang besar, matahari, bulan, atau adanya raksasa yang menelan bulan pada
saat gerhana bulan. Pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan itulah
yang kita sebut dengan mitos. Cerita yang berdasarkan atas
mitos disebut legenda.
Mitos itu timbul disebabkan antara
lain karena keterbatasan alat indera manusia misalnya:
1.
Alat Penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak
begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tidak dapat membedakan
benda-benda. Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka tak mampu
melihatnya.
2.
Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada
getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik. Getaran di
bawah 30 atau di atas 30.000 perdetik tak terdengar.
3.
Alat Pencium dan Pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan
benda yang dicecap maupun diciumnya . manusia hanya bisa membedakan 4 jenis
masa yaitu rasa manis,masam ,asin dan pahit.
Bau seperti parfum dan bau-bauan
yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila konsentrasi di udara lebih dari
sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia dapat membedakan satu benda
dengan benda yang lain namun tidak semua orang bisa melakukannya.
4.
Alat Perasa
Alat perasa pada kulit manusia
dapat membedakan panas atau dingin namun sangat relatif sehingga tidak bisa
dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Alat-alat
indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara manusia: ada yang sangat
tajam penglihatannya, ada yang tidak. Demikian juga ada yang tajam
penciumannya ada yang lemah. Akibat dari keterbatasan alat indera kita maka
mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran. Untuk
meningkatkan kecepatan dan ketepatan alat indera tersebut dapat juga orang
dilatih untuk itu, namun tetap sangat terbatas. Usaha-usaha lain adalah
penciptaan alat. Meskipun alat yang diciptakan ini masih
mengalami kesalahan. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat
mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu dapat diterima oleh
masyarakat pada masa itu karena:
a. Keterbatasan
pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung
maupun dengan alat.
b. Keterbatasan
penalaran manusia pada masa itu.
c. Hasrat
ingin tahunya terpenuhi
Menurut Auguste comte (1798-1857),dalam sejarah
perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan,
berlangsung tiga tahap:
1. Tahap
teologi atau fiktif
Pada tahap
teologi atau fiktif manusia berusaha untuk mencaari atau menemukan sebab yang
pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu,dan selalu dihubungkan
dengan kekuatan ghaib. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan
dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap
gejala dan peristiwa dikuasi dan diatur oleh para dewa atau kekuatan ghaib
lainnya.
2. Tahap
filsafat atau metafisik atau abstrak
Tahap
metafisika atau abstrak merupakan tahap dimana manusia masih tetap mencari
sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyadarkan kepada
kepercayan akan adanya kekuatan ghaib , melainkan kepada akalnya sendiri,akal
yang telah mampu melakukan abstraktasi guna menemukan hakikat segala sesuatu.
3. Tahap
positif atau ilmiah riel
Tahap
positif atau riel merupakan tahap dimana manusia telah mampu berfikir secara
positif atau riel,atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang
dikembangkan secara positif , melalui pengamatan , percobaan dan perbandingan.
SUMBER:
http://alifatulazizah.wordpress.com/2012/04/01/mitos-penalaran-dan-cara-memperoleh-pengetahuan/
http://rrestiyani.blogspot.com/2012/03/mitos-penalaran-dan-cara-memperoleh.html
0 komentar :
Posting Komentar