Selasa, 19 Januari 2016


Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya
Model Kontingensi dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974)
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1.      Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2.      Pemimpin dengan skor LPC tinggi (pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi atau lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a.       Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b.       Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c.       Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).

Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
B.   Pedoman Wawancara
I.                   Subjek
A.    Identitas Subjek
1.      Nama (Inisial)             :
2.      Jenis Kelamin              :
3.      Usia                             :
4.      Tinggi Badan              :
5.      Berat Badan                :
B.     Daftar Pertanyaan
1.      Bagaimana bentuk organisasi yang anda pimpin ?
2.      Bagaimana perkembangan organisasi yang anda pimpin ?
3.      Bagaimana pembagian kewenangan dalam memanajemen organisasi ini ?
4.      Bagaimana hubungan anda dengan pegawai ?
5.      Bagaimana sikap anda jika mendapati ada pegawai yang bersikap skeptis ?
6.      Bagaimana tindakan anda jika menemukan pegawai yang kurang inisiatif ?
7.      Bagaimana cara anda agar pegawai anda dapat satu visi misi dengan anda?
8.      Bagaimana strategi anda untuk menjaga solidaritas antar pegawai anda?






C.   Hasil Wawancara
I.    Subjek
A.    Identitas Subjek
1.      Nama (Inisial)                   : A
2.      Jenis Kelamin                    : Laki-laki
3.      Usia                                   : ±25 Tahun
4.      Tinggi Badan                    : ±170 cm
5.      Berat Badan                      : ±70 Kg
B.     Verbatim
Interviewer: “malem bro”
Interviewee: “malem bro”
Interviewer: “San gue mau wawancara lu sebentar ya”
Interviewee: “Boleh boleh silahkan”
Interviewer: “Eemm lu itu ketua umum kan di sebro nii”
Interviewee: “Iya betul gue sebagai ketua umum di sebro ini
Interviewer: ”Bisa di ceritain gak sih sebenernya rumah sebro tu sebenernya apa
sih?”
Interviewee: ”Sumber gimana maksudnya?”
Interviewer: ”Emm apa rumah sebro? Sebro tuh apa? Apakah tempat belajar?”
Interviewee: ”Rumah sebro kalo dari secara garis awal kita bermula berdiri itu dulu sebenernya gue membuat sebuah kedai, kedai restoran sih kecil – kecilan, jadi dulu tuh awalnya, gue lulus sekolah gue udah punya niatan buka kedai tapi di tengah perjalanan gua ngerintis usaha gue itu, gue mengalami em apa itu namanya kekurangan secara financial, jadi ituu pas karena gue juga suka hobi gitu kan gua ada hobi yang gue suka jadi gitu kan di musik, dan temen-temen gue pun sama gabung dari grup perkusi emping, trus kita juga suka juga sama gambas, sket santai, kita bikin komunitas sket santai, trus ada juga teater kabita, dan juga akhirnya waktu pas itu dulu inget banget, waktu bulan april itu kita eeh lomba di bekasi, nah awal mula rumah sebro nih, dulu kita latihan perkusi di rumah, disini gitu kan di sebro, dulu tuh  eeh kita latih-latihan gitu kan disini, jadi banyak anak-anak kecil di sekitar rumah gue ini dia tuh pada dateng gitu kan (suara motor lewat) karena memang kan gue bikin suara gaduh, tapi gaduh yang unik gitu kan dengan kita bermain musik dari alat bekas gitu kan, akhirnya kita tuh melihat dari segi sisi anak tersebut kayaknya tuh mereka mau belajar gitu kan, karena kalo liat dari mukanya sendiri mereka tuh antusias banget sampe dateng gitu kan, rutin banget, kalo lagi latihan pasti ada anak, rame tuh pasti pada dateng kan anak, akhirnya eeuu setelah kita pikir-pikir, setelah kita lomba dan alhamdulillah juga, gue lomba waktu itu di bekasi menang juara 2, lomba piala walikota waktu itu, dan akhirnya setelah gue kumpul-kumpul lagi sama temen-temen kita sepakat nih kayaknya ngeliat keadaan yang di sekitar sini gitu kan melihat antusias anak-anak di sekitar sini, makanya mita membuat rumah belajar gitu kan buat mereka, karena memang terkadang kalo kita kumpul disitu udah kayabasecamp sih, basecamp anak-anak buat kumpul gambar, kita sering sharinggambar, tukar pikiran juga gitu kan, akhirnya tercetuslah suatu eeuu inisiatif dari temen-temen semua dan kesepakatan bareng-bareng kita untuk rumah sebro gitu kan”.
Interviewer:“Jadi intinya rumah sebro itu sekarang jadi kaya semacem sekolah ya buat..”
Interviewee:”Engga sih kalo sekolah, belum kayaknya, kita lebih ke sanggar”.
Interviewer: “Oh sanggar seni (iya) musik”
Interviewee: “Seni musik, tari”.
Interviewer:“Trus itu kaya kedai kopi lu tuh punya sebro apa punya lu sendiri?”
Interviewee: ”Kalo sebenernya kalo kedai kopi sendiri punya gua, emang sebenernya tuh dulu awalnya itu kan sebro, kedai sebro mau bikinnya, cuman emang dulu mindset sedikit berubah gara-gara kekurangan secara financial, jadinya kita buat dulu rumah belajar gitu kan, entah kenapa jadimindsetnya berubah jadi rumah belajar buat anak-anak kursus gitar, jadinya kita lebih ke sanggar yang berbasis komunitas”.
Interviewer: “Oh kumunitas”.
Interviewee: “Kita berbagi, dengan berbagi menu kita berbagai ilmu, kalo kedai sendiri itu alhamdulillah setelah 1 tahun lewat dari rumah sebro bisa terwujud lah keinginan yang ingin gue capai membangun sebuah kedai”
Interviewer: “Itu kedai wewenangnya secara garis besar punya lu sendiri apa ada masuk campur tangan dari sebro”
Interviewee: “Kalo kedai sendiri sih gue sendiri”
Interviewer: “Kalo wewenang lu di rumah sebro tuh sebagai ketua tuh, apa aja ya san?”
Interviewee: “Sebagai ketua ya gue lebih pendekatan ya sama teman-teman, kaya semacam eeh kan kita punya program juga, program rumah sebro itu ada beberapa, yaitu salah satunya ada malam kreasi itu agenda kita setahun sekali kalo itu agenda besar kita untuk malam terakhir,karena kita belajar di setiap minggu, dan dipentaskan di akhir tahun itu, jadi kita setiap acara itu setahun sekali nunjukin bakat-bakat temen-temen yang kita kita udah belajar kita pentaskan kembali, juga kita ada, lagi program berjalan sih, kita namanya ada rabu baca, setiap hari rabu kita baca dan juga diskusi (terdengar suara motor) terus terkadang juga disitu kaya jadi perpustakaan umum, anak-anak kecil suka baca buku disini karena kita juga menyediakan, bagi temen-temen pun yang mau eem apa namanya berbagi buku-buku yang memang sudah tidak dibaca lagi bisa dibagikan disini gitu kan, juga kita ada sabtu berbudaya, nah itu memang belum berjalan cuman pelan-pelan sih untuk sabtu berbudaya sendiri, terus juga kalo untuk secara.. tadi apa, wewenang ya?”
Interviewer: “Iya wewenang sebagai ketua umum, lu ketua umum kan ya?”
Interviewee: ”Ketua umum itu kan karena, kalo dalam struktur, gue sebagai ketua umum didampingi sama beberapa divisi, ada ketua divisi, jadi masing-masing itu ada ketuanya, secara keseluruhan sih kita kalo buat mengatur keseluruhan kita lebih ke menyerahkan langsung kepada masing-masing divisi gitu kan, setidaknya tapi ada laporan, minimal laporannya tersebut, apa program kerjanya dan apa yang ingin dikerjakan”
Interviewer: ”Okeehh, terus hubungan lu sama anak buah, gue sebutnya anak buah jangan?”
Interviewee: ”Jangan lah, kalo anak buah kesannya ini banget, kalo gue sih lebih kekeluargaan ya disini, jadi sebenernya kalo secara struktur emang iya gitu kan tapi kalo secara yang kita tetapkan disini lebih kekeluargaan, intinya kalo secara hubungan sih alhamdulillah baik, tapi memang pasti ada aja yang ada suatu hal yang berbau konflik kaya beda pendapat tapi kita selalu setelah berbeda pendapat kita evaluasi,apa nih jadi setelah evaluasi kita kembali lagi”
Interviewer : “Oke,ada rekan lu yang ga lu senengin ngga?”
Interviewee: ”Kalo rekan yang ngga disenengin sih”
Interviewer: ”Misalkan dari cara pendapatnya gitu atau,orangnya skeptis gitu”
Interviewee: ”Oh,adalah ada ya mungkin kalo untuk hal yang seperti itu sih gue wajarin deh karena kita pasti masing-masing orang karakternya beda-beda tetapi kalo untuk secara suka ga suka sih mau ga mau harus suka karna kita kan disini berkomunikasi gitu kan perbedaan pendapat itu kan pasti gitu kan dan juga untuk penanganan sendiri gue lebih ke pendekatan gitu kan karena dari situ kita bisa tahu paham karakter orang itu seperti apa”
Interviewer: ”Terus gimana sih perasaan lo ngelihat rekan kaya gitu gimana?”
Interviewee: ”Kalo yang pasti kaya gitu terkadang gondok ya suka gondok gitu kan ya tapi ya balik lagi  gue gaboleh egois kan karna walaupun disini gue punya wewenang tapigue harus melihat dulu kan secara kita lihat dari sisi apa dulu nih kalo fatal ya kita harus tegas tapi kalo misalnya masih bisa ditoleransi ya tetep yaudah yang penting jangan egois gitu”
Interviewer: ”Biasanya orang-orang kaya gitu,yang ngga lu senengin itu dari apanya sih?apa ada”
Interviewee: ”Terkadang sih suka apatis sih terkadang kalo kita lagi rapat dia diem gitu kan terkadang kalo misalkan memang eee inisiatifnya kurang,gitu gitu”
Interviewer: ”Terus apa yang lo lakuin?”
Interviewee: ”Ya, pendekatan jadi pelan-pelan dan gua secara pertama aaaa kalo gue sih lebih ngeliat dulu anaknya kenapa gitu kan,pasti ada satu hal kaya contoh ada masalah gitu kan.karna kita bisa lihat dari segi body languagenya dia juga gitu..kalo misalkan lagi ada masalah gitu kan biasanya ketauan banget tuh anak oh ini yang biasanya dia rame eh tiba-tiba diem gitu kan tapi kalo anak anaknya dari awal memang seperti itu ya kita bisa paham gitu karena memang karakternya dia ngga bisa kalo ngomong lagi  bermusyawarah lagi rapat  tuh ngga bisa makanya gua lebih pendekatan,itu ngobrol langsung berdua gitu kan interpersonal gitu kan ngobrol berdua apa yang lo rasain ee eungkapin gitu aja”
Interviewer: ”Terus kalo struktur tugas eee di kedai subro itu sendiri?”
Interviewee: ”Kedai?Kedai?”
Interviewer: ”Oh sekolah subro,sorry salah ngomong.apa sebutannya?”
Interviewee: ”Sanggar sih inshaAllah sanggar..”
Interviewer: ”Oh sanggar..subro apanih?”
Interviewee: ”Sanggar rumah subro..Ada rumahnya karna tempat naung”
Interviewer: ”Itu struktur tugasnya kaya gimana?”
Interviewee: ”Kalo struktur tugas sih ya tadi,kembalikan aja pada masing-masing divisi tapi masing-masing divisi kan dia punya program.program-programnya itu misalnya dari setiap divisi kan smisal sastra nah itu dia ada program misalnya Rabu baca,mereka bikin puisi dan mereka ada bedah karya buku siapa gitu misalnya atau novel gitu kan terus kalo untuk temen temen yang lainnya kaya divisi tari itu mereka ada program latihan,program perlombaan, gitu kan terus untuk seni rupanya mereka ada kumpul  gambar bareng  kadang sharing bareng  terus juga mereka ada apa namanya kaya  membuat pameran gitu-gitu  terus lebih ke praktek sih kalo untuk yang seni rupa.kalo untuk music sendiri sama kita juga  ada namanya selasa music kita setiap selasa music kita kumpul kita sharing  music kita bikin lagu kita  mix lagu  cover lagu  intinya sih lebih ke hal hal music gitu kan terus kalo untuk yang seni kriya nya itu kita produktif sih ada alat lukis gitu kan terus ada sepatu lukis  tas luki gitu kan lebih ke  bisnis sih kalo untuk yang ininya gitu”
Interviewer: ”Oke…emmmm lo kan sebagai ketua umum ya otomatis  gimana caranya  rekan rekan lo itu bisa menjalani apa yang lo inginkan kan,nah cara cara lo supaya anak anak bisa searah sejalur itu gimana tuh?apa tiap minggu harus dibeberkan misi misinya itu apa gimana?”
Interviewee: ”Mmmm engga sih  kita yang pertama sih karna disini kan keseringannya kita kumpul  disitupun kiita eee mungkin gini kita awalnya kita harus tau konsistensi  ama komitmen gitu kan komimen kita apa disini  dengan kita dari awalpun kita ngomong  kita bicara bareng-bareng kita musyawarah  tentang visi misi sendiri gitu kan,otomatis mereka mempunyai  komitmen masing-masing  gitu kan mengenai  apa yang divisi misikan disini karna kita membangun visi misi ini bukan saya sendiri tapi kita bersama-sama..jadi bisa dibilang lebih mudah gitu kan karna kita komitmennya bersama-sama”
Interviewer: ”Terus satu lagi nih ya,terakhir strategi lo biar rekan rekan lo tetap solid biar rumah sanggar ini bisa maju lama..kan banyak kan sering ada yang stuck terus ngga jalan itu gimana strategi lo?”
Interviewee: ”Komunikasi sih yang utama,karena dengan komunikasi kita bisa tau segala sesuatunya karna tanpa adanya sebuah komunikasi pasti ada timbul sebuah misskomunikasi yang bisa menyebabkan konflik.Intinya kalo kita sering berkomunikasi kta sering kumpul  gitu kan itu mempererat juga tali silaturrahim dan juga itu kan kita makin kukuh itu karna kita sering kumpul itu kan sharing  kita bertukarfikiran kita buat satu hal apa gitu kan intinya  lebih ke ngebangun  dan lebih ke mepersatukan kembali bawasannya ini kita punya visi misi ini loh itu  seperti itu sih secara garis besar aja itu”
Interviewer: ”Oke..makasih san ya gua doain semoga sukseslah gua doain Rumah Subro makin terkenal bisa masuk TV”
Interviewee: ”Aamiin…Aamiin..Thankyou untuk doanya”
Interviewer: ”Selamat malam..”
Interviewee: ”Malam..Bye”

















D.   Analisis Hasil Wawancara
Berdasarkan teori leadership kontingensi kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Subjek melakukan pendekatan dengan karyawan dengan mengadakan acara-acara yang dapat menyatukan kekeluargaan antar karyawan lebih dalam lagi.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi atau lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a.       Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Seperti yang dikatakan oleh subjek “lihat dari sisi apa dulu nih kalo fatal ya kita harus tegas tapi kalo misalnya masih bisa ditoleransi ya tetep yaudah yang penting jangan egois gitu” hal tersebut memperlihatkan bahwa subjek memiliki kekuasaan tetapi dalam melakukan wewenang subjek melihat dari sebab suatu masalah terjadi.
b.      Struktur tugas (task structure)
Dalam organisasi yang dipimpin subjek, subjek membagi karyawannya dalam divisi-divisi agar pengaturan tugas lebih teratur.
c.       Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Seperti yang dikatakan subjek, ”kalo gue sih lebih kekeluargaan ya disini, jadi sebenernya kalo secara struktur emang iya gitu kan tapi kalo secara yang kita tetapkan disini lebih kekeluargaan, intinya kalo secara hubungan sih alhamdulillah baik, tapi memang pasti ada aja yang ada suatu hal yang berbau konflik kaya beda pendapat tapi kita selalu setelah berbeda pendapat kita evaluasi,apa nih jadi setelah evaluasi kita kembali lagi” subjek lebih mengedepankan kekeluargaan tetapi tidak menghilangkan struktur organisasi yang telah di tetapkan oleh organisasi dan diselesaikan dengan evaluasi bersama.



E.   Kesimpulan

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi individu atau kelompok di dalam sebuah organisasi baik berskala kecil ataupun besar. Hal ini diperkuat dengan teori kepemimpinan Fiedler “Contingency Theory” yang mengeanggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (grup task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya, dan pendekatannya sesuai dengan kelompoknya. 
Subjek dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang memiliki skor LPC tinggi (pemimpin yang berorientasi ke hubungan). LPC atau Least Prefered Coworked) adalah skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh pemimpin antara diri sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi”. Skor LPC yang tinggi menunjukan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana meyenangkan. Sebaliknya, skor LPC yang rendah menunjukan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama.
Dari hasil wawancara terlihat bahwa subjek memiliki skor LPC yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan dalam menjalankan roda organisasinya subjek lebih mementingkan hubungan yang bersifat interpersonal dengan rekan kerjanya dibandingkan dengan pelaksanaan tugas. Subjek juga memiliki orientasi proses daripada orientasi hasil, maksudnya adalah subjek selalu ingin memantau setiap proses yang dikerjakan oleh rekannya bukan hasil melihat hasil akhirnya saja.